“Teori ilmiah itu benar karena sampai saat ini belum ada yang membenarkannya”(Karl Raimund Popper)
SELAMA
ratusan tahun kita telah terkungkum oleh teori-teori dan aturan-aturan
barat, sehingga kita sebagai manusia yang berasal dari belahan dunia
bagian timur merasa bahwa semua yang dikatakan
orang-orang(ilmuwan-ilmuwan) Eropa atau orang-orang Amerika itu tidak
dapat disangkal atau disalahkan sebagai contoh kecil adalah ilmu
sejarah dan arkeologi.
Kedatangan ilmuwan barat untuk meneliti
peradaban, kebudayaan, kesenian daerah di Indonesia sudah terjadi pada
masa penjajahan Belanda di Nusantara dan ternyata penelitian bangsa
barat terhadap sajarah Indonesia juga di amini oleh para pakar sejarah
dan arkeologi di Indonesia, tanpa mencoba untuk berani mencari
bukti-bukti tentang peradaban bangsa nusantara jauh ribuan tahun yang
lalu.
Indonesia selama ini dianggap sebagai Negara kelas 3 dan
peradaban manusia di nusantara dimulai kurang lebih abad 1-5 M patut
untuk dipertanyakan kembali, mengingat berbagai bukti bahwa bangsa
Indonesia dan manusia yang hidup di nusantara sudah jauh mengenal
peradaban ribuan tahun sebelum masehi bahkan mampu melebihi atau
menyaingi peradaban bangsa yunani dan mesir yang berumur sekitar
5000-4000SM.
Hal ini diperkuat dengan adanya bukti-bukti yang
menandakan bahwa peradaban manusia di nusantara juga patut disandingkan
dengan peradaban manusia di mesir, yunani ataupun cina. Dengan
diketemukannya sebuah keris di kuil Okinawa jepang, setidaknya menjadi
perbincangan hangat dikalangan ahli sejarah di Indonesia pada
khususnya. Kuil Okinawa sendiri adalah kuil yang telah berumur ratusan
bahkan ribuan tahun.
Penemuan keris di kuil Okinawa, Jepang
Setidaknya
tidak hanya sampai disitu saja, penemuan kota kuno Jawa di Jordania
menjadikan bukti lain bahwa sebenarnya bangsa kita bukan bangsa kelas 3
dan peradaban bangsa kita sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi.
Para ahli arkeologi dan sejarah di Jordania memperkirakan bahwa kota
kuno Jawa tersebut berumur kurang lebih 4000SM
Penemuan
lain juga ditemukan di beberapa daerah di Afrika dimana didaerah
tersebut terdapat beberapa tanaman endemik khas nusantara dan
diketemukannya kapal yang hampir mirip dengan kapal pinisi dan terbuat
dari kayu jati. Bahkan dalam buku “The Phantom Voyager” karya Robert
Dick-Read yang telah diterjemahkan leh Mizan dengan judul “Penjelajah
Bahari. Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika” dengan jelas
digambarkan bagaimana dan mengapa para penjelajah nusantara pada abad 5
bahkan di duga jauh sebelum sudah mampu mencapai afrika bahkan melewati
tanjung harapan yang baru mampu di lewati bangsa Eropa 1000 tahun
kemudian. Tentu saja prediksi Robert Dick Read tidak terlalu
mencengangkan jika melihat bagaimana Anak-anak suku bajo ketika masih
berusia 1-2 tahun bahkan sudah belajar berenang. Selain kemampuan
beradaptasi di laut tentunya juga ditunjang dengan kemampuan membuat
kapal kayu yang mampu mengarungi samudra. Replika ‘kapal Borobudur’
yang mampu mengarungi samudra hingga mencapai Afrika pada tahun 2004
sudah membuktikan hal tsb. Dengan mampu menaklukan samudra mereka juga
berarti menguasai perdagangan lintas samudra.
Benua Atlantis yang Hilang
“Atlantis
adalah sebuah negara makmur dengan emas, batuan mulia, dan ‘mother of
all civilazation’ dengan kerajaan berukuran benua yang menguasai
pelayaran, perdagangan, menguasai ilmu metalurgi, memiliki jaringan
irigasi, dengan kehidupan berkesenian, tarian, teater, musik, dan
olahraga.”(plato)
Kurang lebih setidaknya terdapat hampir
50.000 buku dan berbagai tulisan di media cetak maupun Novel diseluruh
dunia yang menuliskan tentang misteri benua atlantis. Plato filsuf asal
yunani yang menceritakan bagaimana benua Atlantis yang maju dan makmur,
negri atau kerajaan dengan peradaban manusia yang melebihi pada
zamannya hancur hanya dalam satu malam karena bencana alam yang sangat
dasyat.
Kisah Plato tentang benua Atlantis yang hilang itu cukup
menggemparkan pada masa itu 2000SM, setidaknya para ilmuwan dan
filsafat berdebat mengenai cerita Plato tersebut. Hingga pada abad
pertengahan pencarian dan berbagai tulisan mengenai benua atlantis yang
hilang ini mereda. Namun kembali gencar dan panas kembali pada tahun
1800an, dimna para ahli ilmu Geologi, Astronomi, Paleontologi,
Archeologi, Linguistik, Ethnologi, dan Comparative Mythology mencari
dimana sebetulnya letak benua yang hilanag tersebut seperti yang
dikisahkan oleh Plato.
Beberapa ilmuwan juga berpendapat bahwa
benua yang hilang itu terdapat di kepulauan Indonesia jika dilihat dari
berbagai kekayaan di Indonesia. Namuan yang paling menggemparkan tentu
saja buku yang ditulis oleh Prof. Arysio Nunes Dos Santos, dengan
bukunya yang berjudul “Atlantis The Lost Continents Finally Found” yang
dimana dalam penelitian dan mencari sumber dan data prof yang berasal
dari Brazil telah menghabiskan kurang lebih 29 tahun, bahkan bukunya
ini terlink ke 400 buah sites di Internet, dan websitenya sendiri
menurut Santos selama ini telah dikunjungi sebanyak 2.500.000 visitors.
Menurutnya ini adalah iklan gratis untuk memperkenalkan Negara
Indonesia dan santospun tidak mengharapkan bayaran 1sen pun kepada
pemerintahan RI.
Prof. Santos menyimpulkan bahwa selain kekayaan
hasil alam, emas, Batu mulia yang membuat prediksi Santos mendekati
kebenaran adalah terdapat beberapa gunung yang masih aktif di
Indonesia, gunung krakatau yang terkenal di dunia akibat letusannya
yang dahsyat sekitar 1800an, bahkan konon letusannya 50X dari bom
Hiroshima dan menyebabkan tsunami. Santos menyimpulkan bahwa 10.000SM
gunung krakatau juga telah meletus bahkan lebih dahsyat dari tahun
1800an selain gunung krakatau, juga meletus gunung bromo, sumbing dan
beberapa gunung lainnya. Dari hasil tersebut maka terpisahlah benua
Atlantis menjadi beberapa pulau yang kini menjadi kepulauan nusantara
atau Negara Indonesia.
Menurut Profesor Santos, para ahli yang
umumnya berasal dari Barat, berkeyakinan teguh bahwa peradaban manusia
berasal dari dunia mereka. Tapi realitas menunjukkan bahwa Atlantis
berada di bawah perairan Indonesia dan bukan di tempat lain.
Walau
dikisahkan dalam bahasa mereka masing-masing, ternyata istilah-istilah
yang digunakan banyak yang merujuk ke hal atau kejadian yang sama.
Santos
menyimpulkan bahwa penduduk Atlantis terdiri dari beberapa suku/etnis,
dimana 2 buah suku terbesar adalah Aryan dan Dravidas.
Semua
suku bangsa ini sebelumya berasal dari Afrika 3 juta tahun yang lalu,
yang kemudian menyebar ke seluruh Eurasia dan ke Timur sampai Auatralia
lebih kurang 1 juta tahun yang lalu. Di Indonesia mereka menemukan
kondisi alam yang ideal untuk berkembang, yang menumbuhkan pengetahuan
tentang pertanian serta peradaban secara menyeluruh. Ini terjadi pada
zaman Pleistocene.
Pada Zaman Es itu, Atlantis adalah surga
tropis dengan padang-padang yang indah, gunung, batu-batu mulia, metal
berbagai jenis, parfum, sungai, danau, saluran irigasi, pertanian yang
sangat produktif, istana emas dengan dinding-dinding perak, gajah, dan
bermacam hewan liar lainnya. Menurut Santos, hanya Indonesialah yang
sekaya ini (!). Ketika bencana yang diceritakan diatas terjadi, dimana
air laut naik setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang
selamat terpaksa keluar dan pindah ke India, Asia Tenggara, China,
Polynesia, dan Amerika.
Suku Aryan yang bermigrasi ke India
mula-mula pindah dan menetap di lembah Indus. . Karena glacier Himalaya
juga mencair dan menimbulkan banjir di lembah Indus, mereka bermigrasi
lebih lanjut ke Mesir, Mesopotamia, Palestin, Afrika Utara, dan Asia
Utara.
Di tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka.
Catatan
terbaik dari tenggelamnya benua Atlantis ini dicatat di India melalui
tradisi-tradisi cuci di daerah seperti Lanka, Kumari Kandan, Tripura,
dan lain-lain. Mereka adalah pewaris dari budaya yang tenggelam
tersebut.
Suku Dravidas yang berkulit lebih gelap tetap
tinggal di Indonesia. Migrasi besar-besaran ini dapat menjelaskan
timbulnya secara tiba-tiba atau seketika teknologi maju seperti
pertanian, pengolahan batu mulia, metalurgi, agama, dan diatas semuanya
adalah bahasa dan abjad di seluruh dunia selama masa yang disebut
Neolithic Revolution.
Bahasa-bahasa dapat ditelusur berasal dari
Sansekerta dan Dravida. Karenanya bahasa-bahasa di dunia sangat maju
dipandang dari gramatika dan semantik. Contohnya adalah abjad. Semua
abjad menunjukkan adanya “sidik jari” dari India yang pada masa itu
merupakan bagian yang integral dari Indonesia.
Dari
Indonesialah lahir bibit-bibit peradaban yang kemudian berkembang
menjadi budaya lembah Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti, Junani, Minoan,
Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan lain-lain. Budaya-budaya ini
mengenal mitos yang sangat mirip. Nama Atlantis diberbagai suku bangsa
disebut sebagai Tala, Attala, Patala, Talatala, Thule, Tollan, Aztlan,
Tluloc, dan lain-lain.
Itulah ringkasan teori Profesor Santos
yang ingin membuktikan bahwa benua atlantis yang hilang itu sebenarnya
berada di Indonesia. Bukti-bukti yang menguatkan Indonesia sebagai
Atlantis, dibandingkan dengan lokasi alternative lainnya disimpulkan
Profesor Santos dalam suatu matrix yang disebutnya sebagai ‘Checklist’
Jika
pernyataan Prof. Santos ini benar, maka jika kita membaca dari berbagai
kitab suci yang menccritakan bencana banjir Nabi Nuh juga disimpilkan
terjadi sekitar 11.000-10.000SM yang menenggelamkan sebagian daratan di
muka bumi ini karena akibat dari ulah manusia yang tak taat dengan
perintah Tuhan sang pencipta alam.
No comments:
Post a Comment